SAMURAI (侍)
Belakangan ini saya sangat tertarik dengan kebudayaan jepang, dikarenakan pada suatu hari saya menonton sebuah film yang berjudul The Last Samurai. Film tersebut adalah kejadian nyata (real story). Kasta pejuang yang disebut kasta samurai adalah salah satu kasta terpenting di Jepang masa feodal. Jelasnya para pejuang samurai adalah anggota kelas militer yang menjadi penguasa de fakto Jepang masa feodal dimana kaisar hanya menjadi simbol belaka saja. Samurai menjalani hidupnya dengan kode etik sangat ketat yaitu bushido (way of warrior) yang sangat kuat dipengaruhi paham konfusianisme dimana mereka harus loyal, disiplin, beretika dalam berlaku, menjaga kehormatan dan respek.
Saking menjaga kehormatan mereka, para samurai bahkan sampai rela melakukan seppuku. sebuah ritual bunuh diri daripada mati tidak terhormat karena kalah dalam perang.
Asal-usul samurai:
Menurut Wikipedia Samurai (侍 atau
士?) adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman
industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja
"samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang
berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai
pelayan bagi sang majikan.
Istilah yang lebih tepat adalah bushi
(武士) (harafiah: "orang bersenjata") yang digunakan semasa zaman Edo.
Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari
kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan
kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk
majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: "orang ombak"). Samurai yang
bertugas di wilayah han disebut hanshi.
Samurai harus sopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.
HARAKIRI ATAU SEPPUKU(切腹)
Bunuh diri bukanlah sesuatu yang aneh
di Jepang. Tindakan menghabisi nyawa sendirii bahkan pernah berkembang
dengan ritual-ritual tertentu dan menjadi tradisi yang dijunjung
tinggi. Bunuh diri dilakukan terkait dengan berbagai alasan seperti
rasa malu, atau rasa tanggung jawab pada pekerjaan atau tugas. Bila
seseorang merasa sangat bersalah atau menyusahkan orang lain, maka
mereka akan sangat mudah melakukan bunuh diri.
Bunuh diri ritual pada zaman dahulu dilakukan dengan mengeluarkan isi
perut sendiri. Bunuh diri ritual kaum samurai ini disebut sebagai
harakiri. Namun di dunia luar harakiri lebih dikenal dengan sebutan
seppuku. Kenapa perut menjadi pilihan? Kenapa bukan bagian tubuh yang
lain? Orang Jepang dahulu berpandangan perut merupakan tempat
bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat fisik dari tubuh, dan mereka
beranggapan perut merupakan sasaran untuk menyatakan kehendak pemikiran,
kemurahan hati, keberanian, semangat, kemarahan, tindak permusuhan
adan lain-lain.
Pelaksanaan harakiri tidak boleh sembarangan. Berbagai hal telah diatur
misalnya tempat, waktu, saksi-saksi, pengawas dan pembantu. Bila
semuanya telah siap maka seorang yang akan melakukan harakiri akan
membuka kimononya dan tanpa ragu mencabut pisaunya dan segera merobek
perutnya dari kiri ke kanan. Setelah si pelaku harakiri sekarat, maka ia
akan memberi isyarat kepada pembantu (seperti algojo) untuh menebas
lehernya. Namun, tebasan algojo tadi tidak sampai memutuskan leher si
pelaku harakiri. Ini dimaksudkan agar kepala tersebut tidak jatuh
menggelinding.
Kita mungkin bisa bergidik membayangkan betapa ironis dan sadisnya para
samurai yang mengeluarkan isi perutnya dan memotong ususnya tanpa ragu
sebelum algojo menebas batang lehernya. Tetapi itulah cara terhormat
mati bagi seorang samurai seperti diajarkan dalam prinsip bushido, kode
moral kaum samurai. Ini mereka lakukan atas kesetiaan tertinggi kepada
atasannya.
Kisah permulaan sejarah Jepang ditulis dalam kitab Kojiki (catatan soal-soal kuno) dalam tahun 712 dan Kitab Nihongi atau Nihon Shoki (kronik Jepang Kuno) dalam tahun 720. Di dalam kitab NIhongi dijelaskan mengenai mitologi penciptaan kepulauan Jepang yang semula dikenal dengan nama “Oyashima”. Pemerintahan yang ada di situ merupakan warisan dari dewa Amaterasu Omokami (Dewa Matahari). Amaterasi Omikami mewariskan kepada cucunya yakni Ninigi dan dari Ninigi tahta diserahkan kepada cicitnya yakni Jimmu sebagai kaisar pertama. Bersamaan dengan penyerahan tahta kekaisaran, Ninigi juga menyerahkan 3 pusaka kepada Jimmu Tenno sebagai lambang kekuasaan / pusaka kaisar yang berupa : kalung batu permata, pedang dan cermin (Dasuki I, tanpa tahun, hal. 8). Selanjutnya semua kaisar di Jepang menganggap dirinya keturunan Amaterasu Amikami. Oleh karena itu maka kaisar sebagai penguasa tertinggi dalam negara tidak boleh dikecam. Kekuasaan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat.
Sampai tahun 1192 Jepang diperintah oleh banyak keluarga yang saling berebut pengaruh dan saling menjatuhkan, di antaranya ialah : keluarga Mononobe, Soga, Fujiwara, Taira dan keluarga Minamoto. Di antara keluarga itu pada mulanya yang besar pengaruhnya ialah keluarga Fujiwara.
Dengan tampilnya Yoritomo Minamoto, maka muncullah pemerintahan Shogunate di Jepang, sebab secara resmi pada tahun 1192 Yoritomo menangkat diri sebagai “Sei-i-tai Shogun” yang berarti “Jenderallisimo penakluk suku liar Timur” (Nio Yoe Lan, 1962, hal. 56). Dengan demikian muncullah “duel government” di Jepang, yakni :
1) Pemerintahan sipil, yang berkedudukan di Kyoto di bawah pimpinan Kaisar.
2) Pemerintahan Militer, yang berkedudukan di Kamamura dengan Sogun sebagai Kepala Pemerintahan.
Jepang di bawah pemerintahan keluarga Ashikaga memasuki masa kegelapan dan baru berakhir dengan tamplnya 3 pimpinan militer Jepang yakni : Oda Nobunaga, Hideyoshi Toyotomi dan Iyeyashu tokugawa. Iyeyashu tokugawa-lah yang mengorganisir kembali pemerintahan Shogunate. Ia mengangkat dirinya sebagai Shogun pada tahun 1603, sehingga dialah merupakan pucuk pimpinan dari semua kaum feodal militer. Sedangkan sikapnya terhadap kaisar sama seperti masa Yoritomo, di mana kaisar tidak diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam pemerintahan.
MASA MEIJI RESTORASI – PERANG DUNIA II (第二次世界大戦)
Masa pemerintahan keluarga Tokugawa yang dikenal dengan pemerintahan tangan besi dan bersfiat feodal melakukan politik isolasi dan akhirnya berhasil dipatahkan oleh Commodore Perry dengan adanya Perjanjian Kanagawa pada tanggal 31 Maret 1854. Pada tanggal 8 Nopember 1867 Shogun (Shogun Yoshinabu: Shogun terakhir) meletakkan jabatan dan menyerahkan kembali kekuasaan kepada kaisar. Delapan bulan sebelum Shogun terakhir meletakkan jabatan, Kaisar Komei meninggal (3 Peburari 1867) kemudian digantikan oleh Kaisar Meiji, dengan demikian berakhirlah pemerintahan keluarga Tokugawa yang telah berlangsung selama 2,5 abad lamanya.
Secara resmi Mutsuhito (Kaisar Meiji) memegang pemerintahan dari 25 Januari 1868 sampai dengan 30 Juli 1912. Meiji tenno memindahkan pusat pemerintahannya dari Kyoto ke Edo yang kemudian namanya diubah menjadi Tokyo yang berarti “ibu kota di timur”. Selanjutnya, ejak 1868 di mulailah pembangunan Jepang yang dikenal dengan nama Restorasi Meiji (Sayidiman Suryohadiprojo, 1992, hal 56). Dengan demikian inti restorasi Meiji adalah pemulihan kekuasaan politik dari keluarga Tokugawa kepada Kaisar (Tenno) dan modernisasi (Suara Pembaharuan, 26 Juli 1989)
Pada masa Meiji ini kita dapat melihat dengan jelas mengenai kedudukan dan fungsi kaisar. Dalam konstitusi ternyata bahwa :
1) Kaisar adalah sumber dari segala kekuasaan
2) Real Power (kekuasaan riil / praktis) dijalankan badan-badan pemerintahan atas nama kaisar.
3) Kedudukan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat (secret and iniolable) (Martinah PW, 1973, hal 23).
Masa pemerintahan Showa (kaisar Hirohito) inilah yang menyeret Jepang ke dalam
Perang Dunia II. Sebab Jepang bercita-cita untuk membentuk negara Asia Timur Raya yang diilhami oleh ajaran Shinto tentang Hakko Ichi-u (dunia sebagai satu keluarga – di bawah pimpinan Jepang). Memang dalam konstitusi kekaisaran Jepang Raya yang diundangkan pada tanggal 11 Pebruari 1889, yang berlaku sampai perang Dunia II, antara lain menyebutkan bahwa Dai Nippon Teikkoku (Negara Kekaisaran Jepang Raya) dikuasai oleh Kaisar (I Ketut Suradjaja, 1984, hal. 153). Dalam konstitusi juga disebutkan bahwa kekuasaan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat.
Perjanjian – perjanjian (I Ketut Suradjaja, 1984, hal. 154). Oleh karena itu tidak heran kalau Kaisar Hirohito pada tanggal 8 Desember 1941 menyatakan pernag kepada Amerika Serikat dan Inggris setelah tanggal 7 Desember menghancurkan Pearl Harbour.
Dengan demikian sejak Meiji tenno hingga perang Dunia II, pemerintahan berada di tangan kaisar.
Masa Sesudah Perang Dunia II – Sekarang (第二次世界大戦後)
Perang Dunia II telah membawa kehancuran Jepang dan akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Selanjutnya pada tanggal 2 September 1945 Piagam penyerahan Jepang dengan resmi ditandatangani oleh wakil pemerintah Jepang dan Sekutu (Jenderal Douglas Mac. Arthur sebagai pimpinan Supreme Commander for the Allied Powers (SCAP). Sejak inilah secara resm juga dimulailah masa pendudukan Jepang oleh Sekutu. (Dasuki, II, tanpa tahun, hal. 63;lihat juga : Nio Yoe Lan, 1962, hal. 287)
Berdasarkan Konstitusi baru yang diumumkan secara resmi pada tanggal 3 Nopember 1946 dan mulai berlaku tanggal 3 Mei 1947 dinyatakan bahwa Kaisar bagi masyarakat Jepang adalah Lambang Negara dan Kesatuan rakyat. Di dalam kehidupan sehari-hari, kaisar tidak mempunyai kekuasaan yang ada kaitannya dengan pemerintahan. Menurut Konstitusi baru tugas Kaisar ialah :
1) Melantik Perdana Menteri yang telah ditunjuk (dipilih) oleh diet (Parlemen Jepang).
2) Melantik Ketua Mahkamah Agung
3) Mengumumkan Undang-Undang dan perjanjian-perjanjian yang dibuat degan negara lain.
4) Memanggil Diet untuk bersidang dan menganugerahkan penghargaan atas saran dan persetujuan Kabiner (Suara Karya, 25 April 1981; Lihat juga : Harian Angkatan Bersenjata, 11 November 1982).
Kaisar Hirohito meninggal pada tanggal 7 Januari 1989, kemudian digantikan olehputera mahkotanya sebagai kaisar baru yakni Akihito. Dengan demikian terjadi pergantian era, yakni dari era showamenjadi era heisei yang berarti era perdamaian (Sinar Pagi, 15 Januari 1989; lihat juga : Jawa Pos, 24 Pebruari 1989).
Oleh karena itu tidak heran, apabila 3 jam setelah kaisar Hirohito meninggal, maka diadakan acara “kenjito shokei Nogi” yakni “upacara penyerahan tahta suci pada Kaisar baru Akihito, tanggal 7 Januari 1989. Sebab tiga (3) harta suci itu harus diserahkan kepada penggantinya tanpa adanya waktu putus.
Dengan demikian sejak 7 Januari 1989, Jepang memasuki masa pemerintahan kaisar Akihito dengan nama era Heisei. Namun pelantikan Kaisar Akihito sebagai kaisar Jepang ke-125 baru dilaksanakan pada tanggal 12 Nopember 1990. Dalam acara penobatan kaisar Akihito, hadir 37 Presiden, 11 Perdana Menteri dan 20 Raja dari seluruh dunia. Dari Indonesia hadir Presiden dan ibu negara Tien Soeharto, dan Menlu Ali Alatas.
MASA KUNO – RUNTUHNYA POLITIK ISOLASI (古代)
Kisah permulaan sejarah Jepang ditulis dalam kitab Kojiki (catatan soal-soal kuno) dalam tahun 712 dan Kitab Nihongi atau Nihon Shoki (kronik Jepang Kuno) dalam tahun 720. Di dalam kitab NIhongi dijelaskan mengenai mitologi penciptaan kepulauan Jepang yang semula dikenal dengan nama “Oyashima”. Pemerintahan yang ada di situ merupakan warisan dari dewa Amaterasu Omokami (Dewa Matahari). Amaterasi Omikami mewariskan kepada cucunya yakni Ninigi dan dari Ninigi tahta diserahkan kepada cicitnya yakni Jimmu sebagai kaisar pertama. Bersamaan dengan penyerahan tahta kekaisaran, Ninigi juga menyerahkan 3 pusaka kepada Jimmu Tenno sebagai lambang kekuasaan / pusaka kaisar yang berupa : kalung batu permata, pedang dan cermin (Dasuki I, tanpa tahun, hal. 8). Selanjutnya semua kaisar di Jepang menganggap dirinya keturunan Amaterasu Amikami. Oleh karena itu maka kaisar sebagai penguasa tertinggi dalam negara tidak boleh dikecam. Kekuasaan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat.
Sampai tahun 1192 Jepang diperintah oleh banyak keluarga yang saling berebut pengaruh dan saling menjatuhkan, di antaranya ialah : keluarga Mononobe, Soga, Fujiwara, Taira dan keluarga Minamoto. Di antara keluarga itu pada mulanya yang besar pengaruhnya ialah keluarga Fujiwara.
Dengan tampilnya Yoritomo Minamoto, maka muncullah pemerintahan Shogunate di Jepang, sebab secara resmi pada tahun 1192 Yoritomo menangkat diri sebagai “Sei-i-tai Shogun” yang berarti “Jenderallisimo penakluk suku liar Timur” (Nio Yoe Lan, 1962, hal. 56). Dengan demikian muncullah “duel government” di Jepang, yakni :
1) Pemerintahan sipil, yang berkedudukan di Kyoto di bawah pimpinan Kaisar.
2) Pemerintahan Militer, yang berkedudukan di Kamamura dengan Sogun sebagai Kepala Pemerintahan.
Jepang di bawah pemerintahan keluarga Ashikaga memasuki masa kegelapan dan baru berakhir dengan tamplnya 3 pimpinan militer Jepang yakni : Oda Nobunaga, Hideyoshi Toyotomi dan Iyeyashu tokugawa. Iyeyashu tokugawa-lah yang mengorganisir kembali pemerintahan Shogunate. Ia mengangkat dirinya sebagai Shogun pada tahun 1603, sehingga dialah merupakan pucuk pimpinan dari semua kaum feodal militer. Sedangkan sikapnya terhadap kaisar sama seperti masa Yoritomo, di mana kaisar tidak diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam pemerintahan.
Masa pemerintahan keluarga Tokugawa yang dikenal dengan pemerintahan tangan besi dan bersfiat feodal melakukan politik isolasi dan akhirnya berhasil dipatahkan oleh Commodore Perry dengan adanya Perjanjian Kanagawa pada tanggal 31 Maret 1854. Pada tanggal 8 Nopember 1867 Shogun (Shogun Yoshinabu: Shogun terakhir) meletakkan jabatan dan menyerahkan kembali kekuasaan kepada kaisar. Delapan bulan sebelum Shogun terakhir meletakkan jabatan, Kaisar Komei meninggal (3 Peburari 1867) kemudian digantikan oleh Kaisar Meiji, dengan demikian berakhirlah pemerintahan keluarga Tokugawa yang telah berlangsung selama 2,5 abad lamanya.
Secara resmi Mutsuhito (Kaisar Meiji) memegang pemerintahan dari 25 Januari 1868 sampai dengan 30 Juli 1912. Meiji tenno memindahkan pusat pemerintahannya dari Kyoto ke Edo yang kemudian namanya diubah menjadi Tokyo yang berarti “ibu kota di timur”. Selanjutnya, ejak 1868 di mulailah pembangunan Jepang yang dikenal dengan nama Restorasi Meiji (Sayidiman Suryohadiprojo, 1992, hal 56). Dengan demikian inti restorasi Meiji adalah pemulihan kekuasaan politik dari keluarga Tokugawa kepada Kaisar (Tenno) dan modernisasi (Suara Pembaharuan, 26 Juli 1989)
Pada masa Meiji ini kita dapat melihat dengan jelas mengenai kedudukan dan fungsi kaisar. Dalam konstitusi ternyata bahwa :
1) Kaisar adalah sumber dari segala kekuasaan
2) Real Power (kekuasaan riil / praktis) dijalankan badan-badan pemerintahan atas nama kaisar.
3) Kedudukan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat (secret and iniolable) (Martinah PW, 1973, hal 23).
Masa pemerintahan Showa (kaisar Hirohito) inilah yang menyeret Jepang ke dalam
Perang Dunia II. Sebab Jepang bercita-cita untuk membentuk negara Asia Timur Raya yang diilhami oleh ajaran Shinto tentang Hakko Ichi-u (dunia sebagai satu keluarga – di bawah pimpinan Jepang). Memang dalam konstitusi kekaisaran Jepang Raya yang diundangkan pada tanggal 11 Pebruari 1889, yang berlaku sampai perang Dunia II, antara lain menyebutkan bahwa Dai Nippon Teikkoku (Negara Kekaisaran Jepang Raya) dikuasai oleh Kaisar (I Ketut Suradjaja, 1984, hal. 153). Dalam konstitusi juga disebutkan bahwa kekuasaan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat.
Perjanjian – perjanjian (I Ketut Suradjaja, 1984, hal. 154). Oleh karena itu tidak heran kalau Kaisar Hirohito pada tanggal 8 Desember 1941 menyatakan pernag kepada Amerika Serikat dan Inggris setelah tanggal 7 Desember menghancurkan Pearl Harbour.
Dengan demikian sejak Meiji tenno hingga perang Dunia II, pemerintahan berada di tangan kaisar.
Masa Sesudah Perang Dunia II – Sekarang (第二次世界大戦後)
Perang Dunia II telah membawa kehancuran Jepang dan akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Selanjutnya pada tanggal 2 September 1945 Piagam penyerahan Jepang dengan resmi ditandatangani oleh wakil pemerintah Jepang dan Sekutu (Jenderal Douglas Mac. Arthur sebagai pimpinan Supreme Commander for the Allied Powers (SCAP). Sejak inilah secara resm juga dimulailah masa pendudukan Jepang oleh Sekutu. (Dasuki, II, tanpa tahun, hal. 63;lihat juga : Nio Yoe Lan, 1962, hal. 287)
Berdasarkan Konstitusi baru yang diumumkan secara resmi pada tanggal 3 Nopember 1946 dan mulai berlaku tanggal 3 Mei 1947 dinyatakan bahwa Kaisar bagi masyarakat Jepang adalah Lambang Negara dan Kesatuan rakyat. Di dalam kehidupan sehari-hari, kaisar tidak mempunyai kekuasaan yang ada kaitannya dengan pemerintahan. Menurut Konstitusi baru tugas Kaisar ialah :
1) Melantik Perdana Menteri yang telah ditunjuk (dipilih) oleh diet (Parlemen Jepang).
2) Melantik Ketua Mahkamah Agung
3) Mengumumkan Undang-Undang dan perjanjian-perjanjian yang dibuat degan negara lain.
4) Memanggil Diet untuk bersidang dan menganugerahkan penghargaan atas saran dan persetujuan Kabiner (Suara Karya, 25 April 1981; Lihat juga : Harian Angkatan Bersenjata, 11 November 1982).
Kaisar Hirohito meninggal pada tanggal 7 Januari 1989, kemudian digantikan olehputera mahkotanya sebagai kaisar baru yakni Akihito. Dengan demikian terjadi pergantian era, yakni dari era showamenjadi era heisei yang berarti era perdamaian (Sinar Pagi, 15 Januari 1989; lihat juga : Jawa Pos, 24 Pebruari 1989).
Oleh karena itu tidak heran, apabila 3 jam setelah kaisar Hirohito meninggal, maka diadakan acara “kenjito shokei Nogi” yakni “upacara penyerahan tahta suci pada Kaisar baru Akihito, tanggal 7 Januari 1989. Sebab tiga (3) harta suci itu harus diserahkan kepada penggantinya tanpa adanya waktu putus.
Dengan demikian sejak 7 Januari 1989, Jepang memasuki masa pemerintahan kaisar Akihito dengan nama era Heisei. Namun pelantikan Kaisar Akihito sebagai kaisar Jepang ke-125 baru dilaksanakan pada tanggal 12 Nopember 1990. Dalam acara penobatan kaisar Akihito, hadir 37 Presiden, 11 Perdana Menteri dan 20 Raja dari seluruh dunia. Dari Indonesia hadir Presiden dan ibu negara Tien Soeharto, dan Menlu Ali Alatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Anda Telah Memberi Komentar.